Jenis tata ruang kantor yang berada di Pusat Kajian dan Pendidikan dan
Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara (PKP2A III LAN)
Samarinda adalah tata ruang kantor berkamar/tertutup (cubicel type office), hal
tersebut menimbulkan banyak kendala, seperti proses komunikasi yang kurang
maksimal, baik antara sesama pegawai maupun antara pegawai dengan pimpinan.
Pegawai yang ingin menginformasikan informasi ke pegawai lainnya terkendala
oleh jarak dan ruangan yang terpisah. Namun, pimpinan yang ingin
menginformasikan berita atau pekerjaan menjadi terhambat karena ruangan
pimpinan yang tidak berdekatan dengan pegawai. Selain itu, jika komunikasi
menjadi terhambat, otomatis para pegawai dan pimpinan jika ingin melakukan
koordinasi pekerjaan di segala bidang menjadi terhambat pula karena adanya
jarak dan tata ruang kantor yang tidak efisien.
Hal tersebut ditunjukkan oleh letak satu bagian yang terpisah-pisah yang menghambat proses kerja yang membutuhkan face to face secara langsung, seperti proses pendisposisian dan penandatanganan surat. Adapun, penempatan pegawai dan peralatan kantor belum berdasarkan rangkaian yang sejalan dengan urutan-urutan penyelesaian pekerjaan, sehingga alur kerja bagi para pegawai menjadi rumit. Kemudian, di beberapa ruangan PKP2A III LAN Samarinda, komposisi antara pegawai dengan perabotan dan peralatan kantor tidak sesuai dengan luas ruangan yang ada. Sebenarnya beberapa ruangan di PKP2A III LAN Samarinda berukuran cukup luas, yaitu rata-rata berukuran 5 x 5 meter. Namun, ruangan tersebut diisi oleh 8 hingga 10 orang pegawai.
Di Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara (PKP2A III LAN) Samarinda dari segi dimensi lingkungan fisik kantor (warna dinding kantor, penempatan ventilasi udara, kebersihan, serta suhu dan tingkat kelembaban) sudah optimal, namun dalam perancangan jenis tata ruang kantor, penempatan peralatan kantor, serta dalam hal kelengkapan peralatan kantor, masih belum optimal. Karena masih ada unsur-unsur yang belum dipenuhi dalam penataraan ruang kantor, jadi dapat disimpulkan bahwa tata ruang kantor di PKP2A III LAN Samarinda masih belum optimal.
Hal tersebut ditunjukkan oleh letak satu bagian yang terpisah-pisah yang menghambat proses kerja yang membutuhkan face to face secara langsung, seperti proses pendisposisian dan penandatanganan surat. Adapun, penempatan pegawai dan peralatan kantor belum berdasarkan rangkaian yang sejalan dengan urutan-urutan penyelesaian pekerjaan, sehingga alur kerja bagi para pegawai menjadi rumit. Kemudian, di beberapa ruangan PKP2A III LAN Samarinda, komposisi antara pegawai dengan perabotan dan peralatan kantor tidak sesuai dengan luas ruangan yang ada. Sebenarnya beberapa ruangan di PKP2A III LAN Samarinda berukuran cukup luas, yaitu rata-rata berukuran 5 x 5 meter. Namun, ruangan tersebut diisi oleh 8 hingga 10 orang pegawai.
Di Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara (PKP2A III LAN) Samarinda dari segi dimensi lingkungan fisik kantor (warna dinding kantor, penempatan ventilasi udara, kebersihan, serta suhu dan tingkat kelembaban) sudah optimal, namun dalam perancangan jenis tata ruang kantor, penempatan peralatan kantor, serta dalam hal kelengkapan peralatan kantor, masih belum optimal. Karena masih ada unsur-unsur yang belum dipenuhi dalam penataraan ruang kantor, jadi dapat disimpulkan bahwa tata ruang kantor di PKP2A III LAN Samarinda masih belum optimal.
TEORI
MOTIVASI:
"By definition, motivation refers to the individual forces that account for the direction, level, and persistence of a person's effort expended at work." Schemerhorn & Hunt, dkk (2000).
"Motivasi adalah suatu usaha keras yang
muncul dari dalam diri seseorang dan dikondisikan melalui keinginan, hasrat, dan dorongan. Menurut pandangan dari teori Herzberg terdapat perbedaan motivasi antara kelompok karyawan yang terdorong secara intrinsik dan karyawan yang terdorong secara ekstrinsik: " - Hindarti, F., & Wahyudi, A. (2016).
1. Karyawan yang terdorong secara intrinsik
akan lebih mudah diajak meningkatkan
produktivitas kerjanya dibandingkan
karyawan yang terdorong secara ekstrinsik
dan kepuasan yang diperoleh tidak bersifat
materi.
2. Karyawan yang terdorong secara ekstrinsik
cenderung melihat apa yang diberikan organisasi dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkan dari organisasi
JOB SATISFACTION:
"Job satisfaction, an attitude reflecting a person's positive and negative feelings toward a job, co-workers, and the work environment. Indeed, you should remember that helping other achieve job satisfaction is considered as a key result that effec-tive managers accomplish." Schemerhorn & Hunt, dkk (2000).
ERGONOMICS:
“Ergonomics or human factors a field that combines engineering and psychology and that focuses on understanding and enhancing the safety and effiency of the human machine interaction” King, L. A. (2016)
“Ergonomics or human factors a field that combines engineering and psychology and that focuses on understanding and enhancing the safety and effiency of the human machine interaction” King, L. A. (2016)
Berdasarkan teori dari King (2016) menekankan bahwa ergonomi berfokus pada pemahaman dan meningkatkan keamanan serta efisiensi interaksi manusia terhadap masin maupun alat dalam melakukan pekerjaannya.
ANALISIS PERMASALAHAN
Berdasarkan permasalahan dari Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara (PKP2A III LAN) Samarinda, termasuk kedalam teori ergonomi yang di kembangkan dari King, L. A (2016) yang menjelaskan bahwa ergonomi berfokus pada pemahaman dan meningkatkan keamanan serta efisiensi interaksi manusia terhadap mesin maupun alat dalam melakukan pekerjaannya. hal ini terlihat pada tata ruang kantor yang memiliki berkamar/tertutup (cubicel type office), dapat menimbulkan berbgai macam kendala, seperti proses komunikasi yang kurang maksimal, baik antara sesama pegawai maupun antara pegawai dengan pimpinan. Jika ingin melakukan koordinasi pekerjaan di segala bidang menjadi terhambat karena adanya jarak dan tata ruang kantor yang tidak efisien. Namun, terdapat letak satu bagian yang terpisah-pisah yang menghambat proses kerja, di beberapa ruangan PKP2A III LAN Samarinda, komposisi antara pegawai dengan perabotan dan peralatan kantor tidak sesuai dengan luas ruangan yang ada. Menjadikan alur pekerjaan semakin rumit, sehingga dapat menurunkan intensitas bagi para pegawai, dan menurunnya minat dalam bekerja secara baik dan giat, hal ini terkait dengan teori motivasi yang telah di jelaskan menurut Schemerhorn & Hunt, dkk (2000). Tidak hanya itu permasalahan tata ruang di Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara (PKP2A III LAN) berkaitan dengan kepuasan kerja yang di jelaskan oleh (Schemerhorn & Hunt, dkk 2000) merupakan sikap individu yang mencerminkan perasaan positif dan negatif seseorang terhadap pekerjaan. Hal ini yang membuat pegawai masih belum optimal
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya karena masih belum merasa
nyaman dengan penataan ruang kantor yang ada saat ini.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III Lembaga Administrasi Negara (PKP2A III LAN) Samarinda dari segi dimensi lingkungan fisik kantor (warna dinding kantor, penempatan ventilasi udara, kebersihan, serta suhu dan tingkat kelembaban) sudah optimal, namun dalam perancangan jenis tata ruang kantor, penempatan peralatan kantor, serta dalam hal kelengkapan peralatan kantor, masih belum optimal. Karena masih ada unsur-unsur yang belum dipenuhi dalam penataraan ruang kantor, jadi dapat disimpulkan bahwa tata ruang kantor di PKP2A III LAN Samarinda masih belum optimal. beberapa pegawai lainnya masih belum optimal
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya karena masih belum merasa
nyaman dengan penataan ruang kantor yang ada saat ini.
Sumber:
Asnar, Z. H. (2017). Pengaruh Tata Ruang Kantor Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai di PKP2A III LAN Samarinda. JURNAL UNIVERSITAS MULAWARMAN, 1(4), 1488-1500.
Hindarti, F., & Wahyudi, A. (2016). Pengaruh Reward terhadap Kepuasan Kerja dengan Motivasi sebagai Variabel Mediasi (Studi pada Karyawan PT Bank Central Asia Tbk. Cabang Utama Surakarta). JURNAL EKONOMI DAN KEWIRAUSAHAAN, 15(3).
King, L. A. (2016). The science of psychology: An appreciative view. McGraw-Hill Education.
Robbins, S. P., and Timothy A. Judge., (2013). Organizational Behavior. 15th Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Schermerhorn, J. R., Hunt, J. G., Osborn, R. N., & Uhl-bien, M. (2000). Organizational Behavior. New York: John willey & Sons.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar